Rabu, 20 Maret 2013

Budaya Dalam Puisi



Wacana poskolonialisme tidak hanya berkisar pada teks-teks sastra yang terbit pada masa kolonial, tetapi lebih pada teks-teks sastra yang mewacanakan atau menampilkan jejak-jejak kolonialisme.  Kajian poskolonial berusaha membongkar selubung praktik kolonialisme di balik sejumlah karya sastra, termasuk puisi.  Karya sastra, terutama yang bergenre puisi, dipandang memiliki kekuatan baik sebagai pembentuk hegemoni kekuasaan atau sebaliknya sebagai perlawanan atau resistensi terhadap hegemoni.

Dalam puisi Indonesia modern, bentuk-bentuk kolonialisme cukup banyak terkandung di dalamnya.  Sajak-sajak  yang menampakkan fenomena poskolonial tersebut di antaranya  sajak-sajak para penyair terkenal di Indonesia, seperti W.S. Rendra, Emha Ainun Nadjib, Taufik Ismail, Wiji Thukul, dan Remy Sylado.  Bentuk-bentuk poskolonial masa kini yang dikemukakan dalam sajak-sajak tersebut sebagian besar ditujukan sebagai perlawanan terhadap kekuasaan.  

Di dalam sajak-sajak tersebut terkandung masalah-masalah yang terkait dengan konsep poskolonial, yakni persoalan relasi yang berbentuk “dominasi-subordinasi”.  Relasi tersebut terjadi dari level makro sampai mikro, mulai dari antarnegara sampai dengan antarlevel dalam masyarakat, bahkan sampai dengan antarjenis kelamin.  Dalam tulisan ini akan dibahas beberapa fenomena poskolonial yang terkandung dalam puisi Indonesia modern, seperti hibriditas, mimikri, golongan subaltern, diskriminasi terhadap perempuan, dan tradisi penemuan (invented tradition).









Tidak ada komentar:

Posting Komentar